Sunday, August 29, 2010

Renungan: Standar Ganda

Selamat siang semuanya. Siang ini saya akan membawakan renungan dari Injil Matius 23: 1-4. Ini adalah sebagian dari bacaan Injil dalam misa hari Sabtu, 21 Agustus 2010.

Mat 23:1-4
1. Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:
2. "Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.
3. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.
4. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Para ahli Taurat dan orang Farisi adalah pengajar dan dan penafsir Perjanjian Lama khususnya kelima kitab Musa. Jadi apakah hal ini hanya terjadi pada para pengajar/guru? Tentu saja tidak.
Kutipan ayat ini juga mungkin terjadi dalam hidup kita sehari-hari, yaitu mempunyai standar ganda. Dikatakan standar ganda karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. Mungkin ada yang pernah mendengar istilah NATO = No Action Talk Only, hanya berbicara, tidak ada tindakannya. Hal ini bisa terjadi dalam masalah kecil maupun masalah besar, dan pada siapa aja.
Ada yang pernah mengalami atau bertemu dengan orang yang demikian?
Mungkin ada yang pernah mengalami kejadian-kejadian seperti berikut ini:
Kita tahu bahwa merokok membahayakan kesehatan, sebagaimana tercantum dalam bungkusnya. Tetapi seorang ayah yang perokok tidak berusaha berhenti merokok meskipun melarang anaknya merokok.
Seorang suami melarang istrinya untuk aktif di facebook karena banyak terjadi perselingkuhan lewat komunitas maya ini, tetapi sang suami sendiri tidak bisa memberikan jawaban yang jelas ketika ditanya mengapa pulang larut malam.
Bila diperluas lagi, kutipan ayat ini juga bisa direfleksikan sebagai panggilan untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita memperlakukan diri sendiri.
Tentu kita senang kalau ada orang yang baik, suka menolong, tidak mempersulit masalah, tetapi apakah kita juga mampu bersikap yang sama?
Sewaktu masih bekerja, ada salah satu staf yang mengatakan tidak tahu apakah boleh memakai lampiran berupa fotocopy padahal dia adalah petugas yang bertugas mengurus dokumen tersebut sampai akhirnya staf yang lain harus bertanya kepada staf perusahaan lain.
Mengapa bisa demikian?Salah satu penyebabnya adalah mau menang sendiri, egois. Penyebab yang lain adalah tidak menyadari apa yang dilakukannya adalah hal yang negatif karena sudah menjadi kebiasaan bertahun-tahun. Terkadang kebiasaan yang telah bertahun-tahun menjadikan kita tidak peka, seperti kaca yang berdebu tidak bisa dipakai untuk melihat dengan jelas, semakin tebal debunya semakin tidak jelas.
Darimana kita bisa mengetahui adanya standar ganda? Untuk hal-hal tertentu, kita mungkin tidak bisa melihat bahwa diri kita mempunyai standar ganda, tetapi orang lain yang bisa menilai. Kita bisa mengetahuinya dengan melakukan refleksi secara terus menerus terhadap perkataan dan perbuatan kita. Saya mengutip kata-kata seorang filsuf bernama Socrates dalam buku yang saya tulis bersama Rm. Lukas Batmomolin, SVD “Kasih Sahabat” hal 209, yang mengatakan hidup yang tidak diperiksa/direfleksikan, tidak layak dihidupi.
Mengapa Yesus mengatakan tentang sikap ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi ini kepada orang banyak dan para muridNya? Secara alamiah para pengajar adalah seorang yang mengajarkan sesuatu yang baik, karena ada juga pengajar yang mengajarkan sesuatu yang jahat, sehingga secara alamiah, terdapat godaan hanya bisa berbicara tetapi tidak bisa mempraktekkannya. Diperlukan integritas untuk menghidupinya, yaitu melakukan apa yang dikatakan, sedangkan kejujuran adalah mengatakan apa yang dilakukan. Keduanya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pertumbuhan pribadi kita.
Lalu bagaimana kita harus bersikap? Membangun kebiasaan untuk hidup konsisten tidaklah mudah, harus dimulai dari hal-hal kecil dalam hidup sehari-hari, diperlukan kerendahan hati untuk berani mengakui kelemahan diri sendiri sebelum memberi umpan balik/kritik kepada orang lain.
Saya akan menutup renungan ini dengan kutipan dari Ibu Aloysius Rogers, OCD, dalam bukunya “Fragrance from Alabaster”. Dikatakannya karena lemah dalam moral, kita mungkin saling melihat- cacat karakter atau temperamen, kesalahan, kegagalan kita – saya pikir, kita harus mencoba untuk mempraktekkan kasih dalam pikiran, kata dan perbuatan. Adalah begitu mudah dan alamiah untuk mengkritisi orang lain, tetapi tetapi hal ini akan menimbulkan kerusakan pada jiwa kita. Pikiran-pikiran semacam ini, pastilah menghambat kemajuan kita dalam kesempurnaan kasih, jika bukan menyakiti Allah.

Kowloon Tong-Hong Kong, 21 Aug 2010

Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible
P.S. Renungan ini dibawakan untuk Persekutuan Doa Katolik Hati Kudus Yesus di kantor Konsulat Jendral RI Causeway Bay pada 22 Aug 2010.

No comments:

Post a Comment