Friday, June 3, 2011

Renungan: Maria Menerima Kabar Gembira

Shalom!
Saya akan memulai renungan ini dengan latar belakang bulan Mei dan Oktober sebagai bulan Maria. Bulan Mei sering dikaitkan dengan permulaan kehidupan, karena merupakan musim semi di negara- negara empat musim. Maka bulan ini dihubungkan dengan Bunda Maria, yang menjadi Hawa yang Baru. Hawa sendiri artinya adalah ibu dari semua yang hidup, “mother of all the living” (Kej 3:20). Devosi bulan Mei sebagai bulan Maria diperkenalkan sejak akhir abad ke 13, tetapi baru menjadi populer di Roma pada sekitar tahun 1700-an. Pada tahun 1809, Paus Pius VII ditangkap oleh para serdadu Napoleon. Di dalam penjara, Paus memohon dukungan doa Bunda Maria dan berjanji bahwa jika ia dibebaskan, maka ia akan mendedikasikan perayaan untuk menghormati Bunda Maria. Lima tahun kemudian, pada tanggal 24 Mei, Bapa Paus dibebaskan, dan ia dapat kembali ke Roma. Tahun berikutnya ia mengumumkan hari perayaan Bunda Maria, Penolong umat Kristen. Sedangkan penentuan bulan Oktober sebagai bulan Rosario, berkaitan dengan pertempuran di Lepanto pada tahun 1571, di mana negara- negara Eropa diserang oleh kerajaan Ottoman yang menyerang agama Kristen sehingga terancam punah di Eropa. Jumlah pasukan Turki telah melampaui pasukan Kristen di Spanyol, Genoa dan Venesia. Menghadapi ancaman ini, Don Juan (John) dari Austria, komandan armada Katolik, dan juga umat Katolik di seluruh Eropa berdoa rosario memohon pertolongan Bunda Maria. Pada tanggal 7 Oktober 1571, Paus Pius V bersama- sama dengan banyak umat beriman berdoa rosario di basilika Santa Maria Maggiore. Sejak subuh sampai petang, doa rosario tidak berhenti didaraskan di Roma untuk mendoakan pertempuran di Lepanto. Walaupun nampaknya mustahil, namun pada akhirnya pasukan Katolik menang pada tanggal 7 Oktober. Paus Pius V menetapkan peringatan Rosario setiap tanggal 7 Oktober, sedangkan Paus Gregorius XIII, menetapkan tanggal 7 Oktober itu sebagai Hari Raya Rosario Suci. (http://katolisitas.org/2010/10/12/mei-dan-oktober-sebagai-bulan-maria/)
Tema pada malam hari ini adalah Maria Menerima Kabar Gembira, untuk itu mari kita baca dari Luk 1: 26-38:
Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret,
kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.
Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: ''Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.''
Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu.
Kata malaikat itu kepadanya: ''Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya,
dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.''
Kata Maria kepada malaikat itu: ''Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?
Jawab malaikat itu kepadanya: ''Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.''
Kata Maria: ''Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.'' Lalu malaikat itu meninggalkan dia.
Kedatangan malaikat Allah dalam kaca mata iman adalah peristiwa yang sangat agung, sakral, dan demi tujuan yang sangat mulia dari Allah sendiri.
Kita mendengar bagaimana Allah sendiri, melalui malaikat Gabriel, menghormati Bunda Maria ketika menyapanya dengan “Salam, hai engkau yang dikaruniai” (Luk 1:28). Kata aslinya menurut Vulgata adalah kecharitomene, yang artinya adalah diubahkan seluruhnya oleh rahmat Tuhan, jadi artinya Bunda Maria telah disucikan seluruhnya oleh Tuhan sendiri. Dengan demikian Bunda Maria dikuduskan bukan baru pada saat menerima kabar gembira (sebab jika demikian ia tidak seluruhnya diubah/ dipenuhi oleh rahmat Allah) melainkan sejak awal mula konsepsinya di dalam rahim ibunya, Allah telah menguduskan dan membebaskannya dari segala noda dosa. Hal ini diperoleh Bunda Maria oleh karena jasa pengorbanan Kristus, hanya saja ia memperoleh lebih dahulu, sebelum orang- orang yang lain, dan bahkan sebelum korban salib Kristus terjadi. Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu berhak memberikan rahmat-Nya menurut kebijaksanaan-Nya. http://katolisitas.org/2010/10/15/sekilas-ajaran-gereja-tentang-bunda-maria/. Bernadette Soubirous di Lourdes, melihat seorang wanita cantik yang memperkenalkan dirinya sebagai "Yang Dikandung Tanpa Noda" dan para umat percaya bahwa wanita tersebut adalah Perawan Suci Maria.http://id.wikipedia.org/wiki/Dikandung_Tanpa_Noda. Dogma Maria Bunda Allah dimaklumkan dalam Konsili Efesus pada tahun 431.
Dalam Luk 1: 29 dikatakan Bunda Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Dari semula, Roh Bunda Maria sudah disadarkan sehingga Dia menyadari kehadiran Tuhan dan menginspirasi setiap keputusannya sehingga pernyataan Ilahi yang disampaikan malaikat Gabriel tidak membuatnya takut.
Malaikat Gabrial mengatakan: “Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi,” (Luk 1: 32) merupakan salah satu ayat yang menjadi dasar mengapa Bunda Maria disebut Bunda Allah. Martin Luther mengatakan “Ia [Maria] layak disebut tidak saja sebagai Bunda Manusia, tetapi juga Bunda Allah … Adalah pasti bahwa Maria adalah Bunda dari Allah yang nyata dan sejati.” (Weimar edition of Martin Luther’s Works (translation by William J. Cole), vol 11, 319-320)
Kata Bunda Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” (Luk 1: 34). Bapa Paus Yohanes Paulus II dalam Mulieris Dignitatem, 17 mengatakan: “Di dalam tatanan alamiah biasa, keibuan adalah hasil dari ‘hubungan’ timbal balik antara seorang pria dan seorang wanita dalam kesatuan perkawinan. Maria, kukuh dalam keputusannya untuk menjaga keperawanannya, mengajukan pertanyaan ini kepada bentara Ilahi, dan memperoleh dari bentara itu penjelasan: Roh Kudus akan datang atasmu- keibuanmu bukan akibat ‘hubungan’ perkawinan tetapi merupakan karya Roh Kudus; ‘kekuatan dari Yang Mahatinggi’ akan ‘menaungi’ misteri pembuahan dan kelahiran Putra; sebagai Putra dari Yang Mahatinggi, Ia sepenuhnya diberi kepada Allah semata-mata, dengan cara yang hanya diketahui oleh Allah. Oleh karena itu, Maria tetap mempertahankan keperawanannya, ‘Aku tidak mempunyai suami’ (bdk. Luk 1:34) dan pada waktu yang sama, ia menjadi seorang ibu. Keperawanan dan keibuan berada berdampingan dalam Maria; mereka tidak saling mengucilkan atau membatasi diri satu sama lain...”
Dengan mengatakan “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu,” (Luk 1: 38) tidak berarti Bunda Maria merendahkan dirinya dengan kerendahan hati palsu, tetapi justru mengekspresikan iman dan penyerahan dirinya serta menyadari sepenuhnya bahwa segala pujian yang diberikan kepadanya adalah milik Allah semata-mata. Allah tidak membutuhkan seorang wanita untuk membuat tubuh manusia, tetapi Allah menginginkan seorang ibu untuk PuteraNya, dan karenanya Allah melihat kepada Bunda Maria dengan cinta yang lebih besar dibandingkan kepada ciptaan lain, karenanya Bunda Maria disebut penuh rahmat. Ayat ini adalah salah satu ayat favorit saya. Ketika akan memulai proses mengenal kehendak Allah, apakah menjadi biarawati atau tetap sebagai awam, ayat inilah yang menjadi ayat penghiburan sekaligus ayat pengingat bahwa yang utama adalah mencari kehendak Allah.
Lewat peristiwa Bunda Maria menerima kabar gembira dari malaikat Gabriel ini, kita diundang untuk meneladan Bunda Maria untuk selalu rendah hati dalam mencari dan mengikuti kehendak Allah dalam hidup kita. Dengan demikian kita semakin bersatu dengan Allah sehingga mengurangi kecenderungan pada kelekatan-kelekatan yang tidak teratur yang membawa konsekuensi dosa. Resiko memilih hidup sebagai orang yang menerima panggilan Allah memang sangat tidak mudah dan ringan. Lebih mudah menolak panggilan dan tugas dari Allah, apalagi jika dirasakan tidak masuk akal, menakutkan dan menimbulkan penderitaan fisik, mental dan spiritual.
Saya akan menutup renungan ini dengan beberapa pertanyaan refleksi:

1. Bagaimana kita sendiri menyikapi tawaran-tawaran Allah dalam hidup kita selama ini?

2. Belenggu-belenggu seperti apa dalam hati kita yang membuat kita ragu, takut dan menolak tawaran Allah dalam diri kita?

3. Apakah kita sudah berbahagia dengan menuruti keinginan-keinginan diri kita sendiri selama ini sekalipun tidak sesuai dengan kehendak Tuhan?

Guangzhou, 27 Mei 2011


Sr. Anastasia B. Lindawati, M.M.
Let’s do simple things with simple love to make God’s love visible

P.S. Renungan ini dibawakan untuk PDKK Hati Kudus Yesus Guangzhou pada 27 Mei 2011, sebagian adalah terjemahan bebas dari komentar Christian Community Bible-Catholic Pastoral Edition dan renungan F.X. Dany Haryanto.

No comments:

Post a Comment